Beranda » Emiten » Beberapa Kejanggalan Laporan Keuangan IRRA 2020
Laporan Keuangan IRRA

Beberapa Kejanggalan Laporan Keuangan IRRA 2020

Ada beberapa kejanggalan yang saya temukan dari Laporan Keuangan IRRA (PT Itama Ranoraya, Tbk.) tahun 2020.

Revisi Laporan Keuangan

Pertama, revisi Laporan Keuangan berkali-kali.

Dari hasil pencarian di halaman Keterbukaan Informasi Emiten IDX.com, setidaknya ada lima kali IRRA melakukan revisi Laporan Keuangan, yaitu Laporan Keuangan 2Q20, 3Q20, dan Full Year 2020. Saya belum cek detil tiap revisi apa saja koreksi yang mereka lakukan. Tapi salah satu yang ramai adalah tentang revisi pencatatan saham hasil buyback (saham treasury).

Tentang revisi pengakuan saham treasury ini pernah saya post di Instagram @axlarrycom.

Sebelumnya, IRRA mencatat laba 26.4M dari kenaikan nilai pasar saham IRRA, karena IRRA memiliki saham treasury. Padahal, transaksi saham jual beli saham treasury menurut PSAK 50 tidak boleh masuk ke dalam laporan Laba Rugi. Selengkapnya anda bisa baca di artikel sebelumnya tentang Buyback Saham.

PSAK 50 : Transaksi Saham Treasury Tidak Pernah Muncul di Laporan Laba Rugi

Menurut PSAK 50 Instrumen Keuangan: Penyajian tentang Saham Treasuri :

  1. Jika entitas memperoleh kembali instrumen ekuitasnya, maka instrumen tersebut (saham treasuri) dikurangkan dari ekuitas.
  2. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari pembelian, penjualan, penerbitan, atau pembatalan instrumen ekuitas entitas tersebut tidak diakui dalam laba rugi.
  3. Saham treasuri tersebut dapat diperoleh dan dimiliki oleh entitas yang bersangkutan atau oleh anggota lain dalam kelompok usaha yang dikonsolidasi. Imbalan yang dibayarkan atau diterima diakui secara langsung di ekuitas.

Persediaan vs Penjualan Timpang

Kejanggalan kedua, porsi persediaan terhadap penjualan (atau harga pokok penjualan) yang sangat timpang.

Kenapa aneh? Karena ini berarti, inventory turnover ratio IRRA sangat tinggi. Agar lebih jelas, coba kita lihat persediaan vs beban pokok penjualan IRRA selama tahun 2020.

Inventory Turnover Ratio

Inventory Turnover Ratio sederhananya menghitung ratio perputaran persediaan. Nilainya bisa kita dapat dengan cara membagi Beban Pokok Penjualan dengan Rata-Rata Persediaan. Dari data di atas kita bisa lihat persediaan awal dan akhir IRRA, rata-rata persediaannya sekitar Rp 16M. Sementara Beban Pokok Penjualan, jika kita hanya melihat pembelian barang, nilainya Rp 449M. Berarti Inventory Turnover Ratio IRRA adalah 449M : 16M = 28 kali.

Simplenya, IRRA rata-rata hanya perlu stok barang 15-20M, tapi karena perputarannya cepat (sering beli dan jual) maka pendapatannya bisa sebesar Rp 564M. Inventory Turnover Ratio 28x, artinya dalam setahun IRRA berhasil menjual ludes seluruh persediaannya selama 28x.

Kalo masih bingung, bayangkan anda tiap kali beli barang 20M, tapi selalu berhasil menjual seluruhnya, beli lagi, jual lagi seluruhnya, dst. Jika demikian, berarti dalam setahun, anda melakukan hal ini berulang-ulang 28 kali, atau dalam sebulan lebih dari dua kali menjual habis seluruh stok anda.

Luar biasa sekali, bukan?

Cepat sekali perputaran persediaannya, bahkan mengalahkan perusahaan FMCG (Fast Moving Consumer Goods). Tentunya ini jadi pertanyaan…… apakah benar Inventory Turnover Ratio IRRA 28x? Jika ya, apakah bisa terus seperti ini?

Cash Conversion Cycle (CCC)

Hal ini ada kaitannya dengan cash conversion cycle (CCC). Yaitu suatu metrik untuk mengukur efisiensi perusahaan, seberapa cepat perusahaan dapat mengkonversikan investasinya – dalam hal ini mulai dari pembelian persediaan – hingga menjadi arus kas masuk.

Berikut ini contoh menghitung CCC IRRA. Terlihat, dengan kondisi terakhir 2020, CCC minus. Ini artinya bagus sekali, walau saya justru jadi agak curiga.

Saya belum pernah bahas CCC di axlarry.com, tapi saya pernah tulis dengan CCC di Stockbit.com, saat itu membahas CCC TELE (PT Tiphone Mobile Indonesia, Tbk.). Mungkin ke depan saya akan bahas di sini, atau setidaknya saya repost tentang CCC dengan contoh kasus TELE. Sementara cukup segini dulu, atau kalau kepo silakan cari tahu tentang Inventory Turnover Ratio, CCC, dan hubungannya dengan arus kas emiten.


Suka artikel ini? Masukkan email untuk mendapatkan artikel terbaru via email. NO SPAM.


Tidak Konsisten Dalam Pengakuan Pihak Berelasi

Kecurigaan dari poin di atas tadi berlanjut, ketika saya dapati adanya ketidak-konsistenan IRRA dalam pengakuan transaksi dengan pihak berelasi. Yang termasuk pihak berelasi diatur dalam PSAK 7, misalnya orang atau individu tertentu yang erat kaitannya dengan emiten dan entitas berelasi seperti entitas asosiasi, kelompok usaha yang sama, ventura bersama, perusahaan sepengendali, dan lain-lain.

PT Oneject Indonesia di Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Beban Pokok Penjualan tertulis pihak ketiga, sementara di CALK Transaksi Dengan Pihak Berelasi tercatat sebagai perusahaan di bawah entitas pengendali yang sama.

Kejanggalan Pencatatan Saham Treasury Dalam Laporan Keuangan IRRA

Saya sempat bingung waktu lihat Arus Kas Laporan Keuangan IRRA 2020 kemudian bandingkan dengan LK 3Q20.

Ada dua yang membingungkan. Pertama tentang dividen, saya sampai sekarang belum menemukan jawabannya.

Yang kedua, Laporan Keuangan 3Q20 tertulis Pembelian Treasury Stock Rp 59.9M, tapi di LK 2020 malah turun jadi Rp 52.7M. Lho, gimana ceritanya ini?

Setelah pusing beberapa lama, baru saya mengerti maksudnya.

Yang terjadi adalah :

IRRA melakukan buyback sebanyak 113.622.400 lembar sebesar Rp 59.9M, kemudian menjual 13.622.400 lembar sebesar Rp 22M. Hasilnya, IRRA mencatat Laba dari hasil penjualan Saham Treasury sebesar Rp 15M dan sisa saham treasury saat ini sebanyak 100 juta lembar nilainya Rp 52.7M.

Tapi IRRA mencatatnya agak aneh. Pembayaran dari Pembelian Saham Treasuri dicatat dengan metode saling hapus (Rp 60M – 6.7M = 52.7M). Kemudian Laba dari Penjualan TS tersebut dicatat sebagai Penjualan Kembali Saham Treasuri sebesar Rp 15M.

Seharusnya, Laporan Arus Kas tidak dicatat dengan netting (saling hapus) begini. Entah apa alasannya mencatat dengan metode saling hapus.

Terakhir. Dari data di atas, IRRA telah melepas 13.622.400 lembar saham hasil buyback dengan nilai jual Rp 22.182.102.464 (14.998.889.940 + 7.183.212.524, lihat Tabel Saham Treasury IRRA di atas). Jadi nilai rata-rata jual saham treasury tersebut adalah 1,628 per lembar saham.

Nah, saya coba cari Keterbukaan Informasi tentang Penjualan Saham Treasury ini di situs idx.co.id. Tapi sama sekali gak nemu. Saya yang gak nemu, atau memang belum pernah ada laporan resmi penjualan saham treasury dari IRRA?


Ada kejanggalan lain yang anda temukan, dude? Atau ada koreksi/masukan dari kejanggalan yang saya temukan? Komen dude.

7 komentar untuk “Beberapa Kejanggalan Laporan Keuangan IRRA 2020”

  1. Sepertinya ada salah tulis pada jumlah saham buyback IRRA jumlahnya 113.622.400 bukan 11.622.400.

    Jadi agak aneh karena ditulis buyback 11.622.400 tapi dijual kembali 13.622.400, jumlah jual kembalinya lebih gede dari jumlah buybacknya.

  2. Laporan keuangan IRRA diduga di engineering. Setuju dengan pemaparan diatas. Masih terus cari tau permainannya. Pihak afiliasi memang rentan dimainkan apalagi ada pembelian dan penjualan dri PT oneject.

    Hal 77 Propektus IRRA juga diduga telah melakukan kebohongan dimana aset tidak dicatatkan pada laporan aset tetap? dimana diungkapkan A. Asset tanah dimiliki perseroan. Bertolak belakang dengan laporan audit hal 72

Ada komen, dude?

Scroll to Top